Sabtu, 28 Maret 2009

PERZINAAN

PERZINAAN

Tidak mengherankan kalau seluruh agama Samawi mengharamkan dan memberantas perzinaan. Terakhir ialah Islam yang dengan keras melarang perzinaan serta memberikan ultimatum yang sangat tajam.

Karena perzinaan itu dapat mengaburkan masalah keturunan, merusak keturunan, menghancurkan rumahtangga, meretakkan perhubungan, meluasnya penyakit kelamin, kejahatan nafsu dan merosotnya akhlak. Oleh karena itu tepatlah apa yang dikatakan Allah:

“Jangan kamu dekat-dekat pada perzinaan, karena sesungguhnya dia itu perbuatan yang kotor dan cara yang sangat tidak baik.” (al-Isra’: 32) Islam, sebagaimana kita maklumi, apabila mengharamkan sesuatu, maka ditutupnyalah jalan-jalan yang akan membawa kepada perbuatan haram itu, serta mengharamkan cara apa saja serta seluruh pendahuluannya yang mungkin dapat membawa kepada perbuatan haram itu.

Justru itu pula, maka apa saja yang dapat membangkitkan seks dan membuka pintu fitnah baik oleh laki-laki atau perempuan, serta mendorong orang untuk berbuat yang keji atau paling tidak mendekatkan perbuatan yang keji itu, atau yang memberikan jalan-jalan untuk berbuat yang keji, maka
Islam melarangnya demi untuk menutup jalan berbuat haram dan menjaga daripada perbuatan yang merusak.

Pergaulan Bebas adalah Haram

Di antara jalan-jalan yang diharamkan Islam ialah: Bersendirian dengan seorang perempuan lain. Yang dimaksud perempuan lain, yaitu: bukan isteri, bukan salah satu kerabat yang haram dikawin untuk selama-lamanya, seperti ibu, saudara, bibi dan sebagainya yang insya Allah nanti akan kami bicarakan selanjutnya.

Ini bukan berarti menghilangkan kepercayaan kedua belah pihak atau salah satunya, tetapi demi menjaga kedua insan tersebut dari perasaan-perasaan yang tidak baik yang biasa bergelora dalam hati ketika bertemunya dua jenis itu, tanpa ada orang ketiganya.

Dalam hal ini Rasulullah bersabda sebagai berikut:

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka jangan sekali-kali dia bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak bersama mahramnya, karena yang ketiganya ialah syaitan.” (Riwayat Ahmad) “Jangan sekali-kali salah seorang di antara kamu menyendiri dengan seorang perempuan, kecuali bersama mahramnya.”

Imam Qurthubi dalam menafsirkan firman Allah yang berkenaan dengan isteri-isteri Nabi, yaitu yang tersebut dalam surah al-Ahzab ayat 53, yang artinya: “Apabila kamu minta sesuatu (makanan) kepada mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari balik tabir. Karena yang demikian itu lebih dapat membersihkan hati-hati kamu dan hati-hati mereka itu,” mengatakan: maksudnya perasaan-perasaan yang timbul dari orang laki-laki terhadap orang perempuan, dan perasaan-perasaan perempuan terhadap laki-laki. Yakni cara seperti itu lebih ampuh untuk meniadakan perasaan-perasaan bimbang dan lebih dapat menjauhkan dari tuduhan yang bukan-bukan dan lebih positif untuk melindungi
keluarga.

Ini berarti, bahwa manusia tidak boleh percaya pada diri sendiri dalam hubungannya dengan masalah bersendirian dengan seorang perempuan yang tidak halal baginya. Oleh karena itu menjauhi hal
tersebut akan lebih baik dan lebih dapat melindungi serta lebih sempurna penjagaannya.

Secara khusus, Rasulullah memperingatkan juga seorang laki-laki yang bersendirian dengan ipar. Sebab sering terjadi, karena dianggap sudah terbiasa dan memperingan hal tersebut di kalangan keluarga, maka kadang-kadang membawa akibat yang tidak baik. Karena bersendirian dengan keluarga itu bahayanya lebih hebat daripada dengan orang lain, dan fitnah pun lebih kuat. Sebab memungkinkan dia dapat masuk tempat perempuan tersebut tanpa ada yang menegur. Berbeda sekali dengan orang lain.

Yang sama dengan ini ialah keluarga perempuan yang bukan mahramnya seperti kemanakannya baik dari pihak ayah atau ibu. Dia tidak boleh berkhalwat dengan mereka ini. Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai berikut:

“Hindarilah keluar-masuk rumah seorang perempuan. Kemudian ada seorang laki-laki dari sahabat Anshar bertanya: Ya Rasulullah! Bagaimana pendapatmu tentang ipar? Maka jawab Nabi: Bersendirian
dengan ipar itu sama dengan menjumpai mati.” (Riwayat Bukhari)

Yang dimaksud ipar, yaitu keluarga isteri/keluarga suami. Yakni, bahwa berkhalwat (bersendirian) dengan ipar membawa bahaya dan kehancuran, yaitu hancurnya agama, karena terjadinya perbuatan
maksiat; dan hancurnya seorang perempuan dengan dicerai oleh suaminya apabila sampai terjadi cemburu, serta membawa kehancuran hubungan sosial apabila salah satu keluarganya itu ada yang berburuk sangka kepadanya.

Bahayanya ini bukan hanya sekedar kepada instink manusia dan perasaan-perasaan yang ditimbulkan saja, tetapi akan mengancam eksistensi rumahtangga dan kehidupan suami-isteri serta rahasia kedua belah pihak yang dibawa-bawa oleh lidah-lidah usil atau keinginan-keinginan untuk merusak rumahtangga orang.

Justru itu pula, Ibnul Atsir dalam menafsirkan perkataan ipar adalah sama dengan mati itu mengatakan sebagai berikut: Perkataan tersebut biasa dikatakan oleh orang-orang Arab seperti mengatakan singa itu sama dengan mati, raja itu sama dengan api, yakni bertemu dengan singa dan raja sama dengan bertemu mati dan api.

Jadi berkhalwat dengan ipar lebih hebat bahayanya daripada berkhalwat dengan orang lain. Sebab kemungkinan dia dapat berbuat baik yang banyak kepada si ipar tersebut dan akhirnya memberatkan kepada suami yang di luar kemampuan suami, pergaulan yang tidak baik atau lainnya, Sebab seorang suami tidak merasa kikuk untuk melihat dalamnya ipar dengan keluar-masuk rumah ipar tersebut.

Tidak ada komentar: